Pages

Sunday, May 31, 2015

Penawar



Dibawah semburat oranye lembayung senja, aku menemukanmu termanggu menatap nanar gradasi ternama karya sang Pencipta.  Aku sudah datang, begitu sapaku. Kau menatapku, tanpa kata terucap dari bibirmu. Ah, pasti itu lagi, pikirku. Selalu saja seperti ini.
Gelak tawa, canda riang yang merekah siang tadi sudah tak dapat kutemukan lagi dalam binar matamu. Kini yang terlihat hanyalah lipatan pikiran di dahimu yang sengaja untuk terus kau simpan entah sampai kapan. Aku masih terdiam, memberimu kesempatan untuk merangkai kata menjadi sebuah cerita keluh kesah yang sudah kuduga kemana akan bermuara.
Sungguh tidak adil, kenapa selalu denganku kau membagikan cerita sendu itu. Berulang kali kukatakan, berdamailah dengan masa lalumu. Tapi tetap saja kau yang bebal membiarkan kenangan memperbudak angan dan harapan. Kau layak diselamatkan, begitulah yang selalu ada dibenakku. Yang membuatku bertahan untuk terus mendengarkan setiap bait pilu yang kau lantunkan. Sebenarnya aku memiliki rasa, sebuah penawar yang baik untuk menambal luka. Namun sepertinya kau belum sadar, sedangkan aku pun masih enggan.






#31HariMenulis #12 
#fiksi

Saturday, May 30, 2015

Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiin...



Tiin..tiiin..tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnn

Nyaring suara klakson kendaraan saling bersahutan satu sama lain, sebuah instrumen yang memekakkan telinga sekaligus mengganggu kedamaian sukma. 

tiin... tiiiiin.. tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiin

tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiin

tiiiiiin

tii..tiiin...tiiiin...

tin..tin..

tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiin.......

*brak*

Yak telah jatuh korban untuk pagi hari ini, satu minibus dan satu motor saling bercumbu. Sama seperti yang dahulu, pemicunya hanya satu. Grusa-grusu.



#31HariMenulis

Friday, May 29, 2015

Akhirnya Pentas Juga #1

Selamat adalah kata yang paling tepat,
kepada yang terhormat YTH. Teater Selasar Fisipol ditempat.
Yang lahir dengan selamat dan ditandai tepukan riuh dari ratusan teman-teman sejawat.
Semoga senantiasa memberikan sajian yang nikmat lagi terhormat.

Mas Handoko yang rupawan. Semoga ijaazahnya segera ditemukan dan angkringannya tidak jadi digusur.
Akhirnya Pentas Juga #1 || YTH. Teater Selasar Fisipol



#31HariMenulis #10


Thursday, May 28, 2015

Menyurat Ibu


Teruntuk Ibuku tersayang.

Sudahkah Ibu mengerti ketika anak gadismu ini tidur dengan nyenyaknya, ia akan kehilangan kesadaran meski tidak sepenuhnya? Lalu berdampak dengan adanya penurunan respon terhadap rangsangan dari luar. Rangsangan itu termasuk ketika Ibu mencoba berkomunikasi denganku disaat aku masih terlelap dalam buaian mimpi-mimpi indah, pun ketika aku masih dalam fase postdormitium atau peralihan dari tidur kembali ke sadar. Sebaiknya kegiatan menyuruhku melakukan sesuatu dan meninggalkan pesan secara lisan tidak dibiasakan. Akan lebih efektif jika Ibu menggantinya dengan cara lain, misalnya menulis note atau sms saja sebelum Ibu keluar rumah saat aku dalam kondisi masih tidur pulas.

Hal tersebut sebagai upaya menghindarkan dari berbagai resiko miskomunikasi yang berdampak pada kemaslahatan kita bersama. Bu, sungguh rasanya tidak enak ketika aku harus mengingat-ingat kembali apa yang coba Ibu komunikasikan kepada saraf pusat, sedangkan fungsi saraf motorik dan sensoriku sedang melemah bahkan hampir diblokade. Bangun-bangun seperti orang linglung, Bu. Jangan salahkan jika aku mengucapkan kata-kata tidak jelas dan pesan untuk mengangkat jemuran tidak tersampaikan, sehingga berakibat basahnya beberapa jemuran terkena hujan ketika aku sudah pergi keluar rumah juga. Sesungguhnya aku sudah berusaha dengan keras untuk mengingat, Bu.

Jadi Bu, sebaiknya hentikan kebiasaan mengajakku berbicara ketika aku masih tidur apalagi memberiku pesan ataupun perintah untuk melakukan sesuatu.Tunggulah aku bangun, Bu. Atau sms saja...

Love you, Ibu.





#31HariMenulis #9


Wednesday, May 27, 2015

~



Ku coba mengirimkan rinduku lewat angin malam, berharap kamu sedang menikmati rembulan dari atas balkon rumahmu. Namun, angin membawa kembali rinduku yg kutitipkan, katanya di rumahmu sedang turun hujan dengan derasnya, sehingga kau enggan untuk keluar.
Gagal.

Lalu kucoba lagi mengirimkan rinduku lewat tetes hujan yg mengalir di jendela kamarmu. Namun, kau sudah lebih dahulu menutup gorden itu dengan rapatnya.
Gagal lagi.

Kemudian kucoba lagi mengirimkan rinduku lewat kilat dan petir yang menyambar dengan ganasnya, sedikit keras supaya kamu menyadari bahwa rinduku ini benar adanya. Namun, ternyata kamu sudah tertidur lelap tanpa terganggu petir yg menggelegar bersahutan.
Masih gagal.

Bisa kah kamu sedikit saja memberikan petunjuk, bagaimana cara menyampaikan rindu ini?

Apakah mungkin, aku bisa menyematkan rinduku di mimpi-mimpimu.
Sama seperti yg selalu kau lakukan disetiap mimpi-mimpiku.




#31HariMenulis #8 #fiksi

Tuesday, May 26, 2015

Selasa Saya



Baru sampai rumah, sudah jam sebelasan aja.
Lelah sekali rasanya,
Tapi tetap tidak rela jika dua pulu ribu melayang begitu saja.
Jadi ya begini jadinya.
Mau cerita aja,
Tadi kuliah dari siang sampai sore mayan juga,
Lalu pulangnya  mampir ke Taman Budaya,
Puncak acara Etnika fest, wah kece nih teaternya.
Karakter katak dan kambing jadi favorit saya.
Tapi ada yang bikin makin terpana.
Para pemain reog Ponorogonya.
Giginya kuat luar biasa.
Pasta giginya apa ya, saya jadi bertanya-tanya?
Udah gitu dinaikin mbak-mbak juga diatasnya.
Mulut saya makin menganga melihatnya
Hari ini adalah hari terpana apa ya
Gempita, seperti terpanah asmara
Kamu juga jadi salah satu penyebabnya
Eaaaaaaaaaaaaaaaa
Sebelum makin ngelantur kemana-mana
Baiknya istirahat aja
Jangan lupa sikat gigi, biar kuat kayak mas reog ngangkat mbaknya
Yang begadang, jangan lupa banyakin air putihnya
Kamsiaaaaaa~



#31HariMenulis #7